Medan — Gelombang kritik terhadap proses Pemilihan Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) Periode 2026–2031 kian membesar. Forum
Penyelamat USU (FP-USU) secara resmi melayangkan surat keberatan dan somasi terbuka kepada Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menuding Majelis Wali Amanat (MWA) USU telah beroperasi di luar koridor hukum, mengabaikan instruksi kementerian, serta diduga berupaya menghindarkan calon petahana, Murianto Amin, dari jerat pemeriksaan KPK.Dalam dokumen somasi yang dirilis ke publik, FP-USU menegaskan bahwa proses pemilihan rektor yang sedang berlangsung bukan hanya cacat etika, tetapi juga cacat hukum. Dugaan bahwa MWA USU sengaja memindahkan lokasi rapat pleno pemilihan rektor ke Gedung Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan RI di Jakarta—tempat yang dinilai janggal dan tidak lazim—di saat bersamaan dengan jadwal pemeriksaan KPK terhadap Murianto Amin, disebut sebagai tanda kuat adanya manuver untuk menghindari sorotan publik dan tekanan hukum.FP-USU menyebut langkah MWA sebagai tindakan yang "melukai logika kewajaran", terlebih setelah adanya surat resmi dari Kemendikti Saintek (Nomor 2354/A/HM.00.00/2025) yang memerintahkan penundaan pemilihan rektor. Perintah itu diabaikan mentah-mentah. Bahkan, MWA tetap mengeluarkan Surat Nomor 141/UN5.1.MWA/TP.00/2025 yang menetapkan rapat pemilihan pada 18 November 2025.
Dua Kali Dicueki, KPK Dinilai Lamban BertindakPoin paling tajam dalam somasi FP-USU mengarah langsung kepada KPK. Mereka menilai lembaga antirasuah itu bersikap terlalu lunak terhadap Murianto Amin yang telah dua kali mangkir dari panggilan sebagai saksi fakta dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara—kasus yang menyeret nama Topan O Ginting dan Gubernur Sumut Bobby Nasution sebagaimana diberitakan tempo.co pada 26 Agustus 2025.FP-USU menyebut ketidakhadiran Murianto Amin sebagai bentuk ketidakpatuhan hukum yang seharusnya direspons KPK dengan tindakan pemanggilan paksa sesuai kewenangan undang-undang.
"Ini bukan sekadar ketidakhadiran administratif. Ini adalah pembangkangan terhadap hukum. Apa yang ditunggu KPK?" demikian kutipan sikap FP-USU dalam surat tersebut.FP-USU menilai kelambanan KPK dalam merespons dua panggilan mangkir itu bertentangan dengan kewajiban konstitusional lembaga penegak hukum, serta dapat menciptakan preseden buruk equality before the law.Kampus yang Kehilangan Marwah, MWA yang Tak Peduli Etika
FP-USU secara keras menuding MWA USU telah merusak tata kelola universitas. Selain mengabaikan instruksi kementerian, MWA juga dianggap menutup mata terhadap status hukum calon petahana.Dalam keterangan persnya, FP-USU menyebut situasi ini sebagai "krisis legitimasi akut" yang mencoreng marwah akademik USU, dan menunjukkan bahwa proses pemilihan sedang dikendalikan oleh kompromi politik, bukan integritas akademik."Universitas seharusnya menjadi benteng etika. Tetapi yang terjadi sekarang, tata kelola USU justru menjauh dari prinsip transparansi, keadilan, dan keterbukaan," tegas FP-USU.
FP-USU juga menyinggung sejumlah perangkat hukum yang dilanggar, mulai dari UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi, UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan, UU 28/1999 tentang Penyelenggara Negara Bersih dan Bebas KKN, hingga statuta internal USU yang menempatkan integritas sebagai pilar dasar penyelenggaraan universitas.Desakan Resmi FP-USU kepada Dewas KPKFP-USU secara tegas meminta Dewan Pengawas KPK mengambil tiga tindakan mendesak:
1. Berkoordinasi dengan Kemendikti Saintek untuk memerintahkan penundaan pemilihan rektor sesuai instruksi kementerian.2. Memeriksa paksa Murianto Amin sebelum proses pemilihan dilanjutkan.
3. Memastikan penyidikan kasus korupsi berjalan tanpa intervensi, tanpa kompromi.
Somasi itu juga ditembuskan kepada Presiden RI, Komisi III DPR RI, Ketua KPK, Senat Akademik USU, Dewan Guru Besar, PP IKA USU, dan seluruh sivitas akademika."Jangan Biarkan USU Diseret ke Lingkaran Kejahatan Korupsi"Dalam penutup sikapnya, FP-USU memperingatkan bahwa jika MWA USU terus memaksakan pemilihan rektor di tengah status hukum yang belum tuntas, maka reputasi USU akan runtuh di mata publik nasional.
"Tidak ada universitas besar yang mau rektornya dilekatkan pada sirkel kejahatan korupsi OTT Topan O Ginting—kecuali MWA itu sendiri telah kehilangan kepekaan etika," tulis FP-USU.FP-USU menegaskan bahwa perjuangan ini bukan sekadar soal jabatan rektor, melainkan menyelamatkan integritas akademik dari penetrasi kekuasaan yang tidak akuntabel.
Forum
Penyelamat USU (FP-USU)Ketua: M. Taufik Umar Dani Harahap, SH