DELI SERDANG — Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Deli Serdang kembali disorot. Kali ini terkait dugaan pembiaran terhadap pembangunan gedung baru milik PT Energi Oleo Perdasa (EOP), perusahaan modal asing (PMA) asal Singapura yang tergabung dalam KPN Corp, yang diduga belum mengantongi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).Informasi yang dihimpun menyebutkan, PT EOP telah menjalankan pembangunan pabrik kelapa sawit di lahan seluas 7 hektare yang berlokasi di Jalan Raya Medan–Lubuk Pakam Km 20, Desa Tanjung Baru, Kecamatan Tanjung Morawa. Ironisnya, pembangunan tersebut disebut sudah berlangsung sejak dua bulan lalu, meski izin PBG untuk bangunan baru belum terbit.Namun hingga berita ini dipublikasikan, Hendra—Kabid Penegakan Perda dan Perkada Satpol PP Deli Serdang—yang dikonfirmasi terkait tindakan hukum atas dugaan pelanggaran ini, tidak memberikan jawaban.
Sementara itu, Kepala Satpol PP Deli Serdang, Marzuki Hasibuan, mengklaim segera mengambil tindakan."Oke, biar kita sampaikan sama tim. Minggu ini kita upayakan," ujarnya.Marzuki juga menunjukkan daftar PBG lama milik PT EOP yang diterbitkan pada 2024 hingga awal Januari 2025. Namun ia tidak menunjukkan dokumen PBG untuk bangunan baru yang saat ini sedang dikerjakan sejak September 2025.
"Ini sudah kita panggil dan mereka sudah buat pernyataan serta pengurusan PBG-nya," tambahnya,
tanpa menjelaskan alasan pembangunan tetap berjalan sebelum izin diterbitkan.Situasi ini memunculkan dugaan bahwa Pemkab Deli Serdang kecolongan, bahkan berpotensi melakukan pembiaran terhadap pelanggaran yang dapat merugikan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pasalnya, setiap pembangunan bangunan wajib mengantongi PBG sebagai sumber pemasukan daerah sekaligus instrumen pengawasan keselamatan konstruksi.Hingga kini, aktivitas pembangunan di lokasi PT EOP disebut masih terus berjalan
tanpa hambatan. Publik pun menanti apakah Satpol PP benar-benar akan menindak tegas perusahaan besar tersebut, atau justru kembali memperlihatkan lemahnya pengawasan pemerintah daerah terhadap pelanggaran izin bangunan.
Kasus ini juga membuka pertanyaan besar: mengapa perusahaan asing dapat leluasa membangun
tanpa izin lengkap, sementara pelaku usaha lokal kerap diproses ketat?.red