Politik

Kornas Desak Presiden Prabowo Terbitkan Perppu Hukuman Mati Koruptor

Administrator - Senin, 28 Juli 2025 19:36 WIB
Istimewa

​Jakarta– Kongres Rakyat Nasional (Kornas) menyuarakan keprihatinan mendalam atas kondisi "darurat korupsi" di Indonesia. Organisasi ini mendesak Presiden Prabowo untuk segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang menerapkan hukuman mati bagi terpidana korupsi. Desakan ini muncul setelah serangkaian perkembangan dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara yang melibatkan oknum aparat penegak hukum.

​Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Presidium Kornas, Sutrisno Pangaribuan, pada Senin, 28 Juli 2025.

​Sorotan Kasus Korupsi Sumut: Keterlibatan Aparat Penegak Hukum

​Kasus dugaan korupsi pembangunan, rehabilitasi, dan preservasi jalan provinsi dan jalan nasional di Sumatera Utara kembali menjadi sorotan publik. Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) baru-baru ini memeriksa AKBP Yasir Ahmadi, mantan Kepala Polres Tapanuli Selatan (Tapsel) yang kini menjabat Kepala Bagian Reformasi Birokrasi dan Pengawasan (Kabag RBP Rorena) Polda Sumatera Utara.

​Sebelumnya, identitas Yasir sempat dirahasiakan KPK RI dan bahkan sempat dibantah sebagai salah satu pihak yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) sebulan lalu. Namun, dalam pengembangan kasus, Yasir akhirnya diperiksa sebagai saksi di Medan. Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK RI, Asep Guntur, membenarkan pemeriksaan tersebut tanpa memberikan rincian lebih lanjut.

​Selain Yasir, KPK RI juga berencana memanggil dan memeriksa dua jaksa, yaitu Muhammad Iqbal, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Mandailing Natal (Madina), dan Gomgoman Halomoan Simbolon, Kepala Seksi Perdata Tata Usaha Negara (Kasi Datun) Kejaksaan Negeri (Kejari) Madina, sebagai saksi. Namun, pemeriksaan keduanya masih menunggu izin dari Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.

​Keterlibatan anggota Polri dan Kejagung RI dalam kasus ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan publik. "Sebagai aparat penegak hukum, bukankah seharusnya Yasir, Iqbal, dan Gom mampu mencegah terjadinya dugaan korupsi yang melibatkan aparatur sipil negara (ASN) dan pihak swasta penyedia barang dan jasa sebelum ditangkap KPK RI?" ujar Sutrisno Pangaribuan. "Publik terus mendesak KPK RI untuk mengungkap siapa 'sutradara' dan 'aktor intelektual' di balik kasus tersebut."

​Darurat Korupsi dan Solusi Hukuman Mati

​Kornas menegaskan bahwa lahirnya KPK RI adalah karena inefektivitas lembaga penegak hukum yang ada dalam memberantas korupsi. Meskipun KPK RI telah berdiri, tingkat korupsi di Indonesia tidak menunjukkan penurunan signifikan. Hukuman pidana yang ada, baik kurungan badan maupun kewajiban mengembalikan kerugian negara, dinilai tidak efektif menghentikan praktik korupsi.

​"Sebagai lembaga negara yang bersifat adhoc (sementara), seharusnya KPK RI sudah berakhir. Namun korupsi sama sekali tidak berkurang," kata Sutrisno. "Oleh karena itu, hukuman pidananya harus ditingkatkan dari kurungan badan dan pengembalian kerugian negara dengan hukuman mati."

​Kornas melihat adanya "hal ikhwal kegentingan yang memaksa" yang menjadi dasar bagi Presiden Prabowo untuk menerbitkan Perppu Penerapan Hukuman Mati Bagi Terpidana Korupsi. Langkah ini dianggap sebagai upaya serius untuk memberikan efek jera dan memberantas korupsi secara tuntas di Indonesia.

Editor
: Administrator
Sumber
:

Tag:

Berita Terkait

News

Perkuat Tata Kelola dan Mitigasi Risiko Hukum, Bank Sumut dan Kejatisu Tingkatkan Kerja Sama

News

Syahrir Nasution: Penegakan Hukum Ekonomi dan Perdagangan di Indonesia Harus Jelas dan Tegas

News

Mediasi Berbuah Manis, Sengketa Perdata di PN Suka Makmue Berakhir Damai

News

Advokat Joni Sandri Ritonga Tanggapi Hotman Paris: Gelar Perkara di Istana Terkait Nadiem Makarim Menyalahi Prinsip Negara Hukum

News

Ketua FABEM Desak Presiden Prabowo Lakukan Revolusi Kedaulatan Energi dan Tangkap Koruptor SDA

News

Kuasa Hukum Ilyas Sitorus: Aplikasi Berfungsi, Bukti Ahli IT JPU Tidak Valid.