MEDAN — Nama dr Aris Yudhariansyah kembali menjadi sorotan publik. Setelah lama tenggelam dalam hiruk-pikuk isu nasional, Juru Bicara Satgas Covid-19 Sumatera Utara itu kini muncul ke permukaan dengan sebuah langkah hukum yang sarat kontroversi: mengajukan permohonan amnesti kepada Presiden Prabowo Subianto.Bagi masyarakat Sumut, sosok dr Aris tentu bukan asing. Di masa-masa paling gelap
pandemi Covid-19—ketika rasa takut bagaikan selimut tebal di seantero daerah—dia adalah wajah yang tetap muncul setiap hari di hadapan publik, mengabarkan perkembangan penyebaran virus, menjelaskan langkah-langkah mitigasi, dan menjawab kecemasan masyarakat. "Ketika banyak orang mengisolasi diri, dia berdiri di g
aris depan," kata sejumlah warga yang masih ingat betul masa itu.Namun perjalanan hidupnya mengambil arah berbeda. Setelah
pandemi mereda, dr Aris justru terjerat kasus hukum. Ia divonis 4,5 tahun penjara atas tindak pidana korupsi pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) di Dinas Kesehatan Sumut tahun anggaran 2020. Usai divonis, ia sempat menyampaikan kalimat yang menyentak: "Terima kasih karena telah menunjukkan kepada dunia bagaimana memperlakukan mereka yang berjuang di g
aris depan."
Kini, melalui kuasa hukumnya, Dr Yuspar SH M.Hum—mantan Direktur HAM Berat Kejaksaan Agung RI—dr Aris tengah mengupayakan penghapusan hukuman melalui mekanisme amnesti.
MENGENAL LEBIH DALAM SOSOK dr ARIS & KASUSNYAMenurut Dr Yuspar, dr Aris bukan sekadar pejabat struktural, tetapi salah satu figur kunci dalam pertahanan Sumut menghadapi
pandemi. "Dia bekerja tiada henti, hampir tanpa tidur, saat semua orang ketakutan. Ia memikul beban komunikasi publik yang sangat berat," ujar Yuspar.Namun di tengah situasi darurat itu pula, proyek pengadaan APD digulirkan secara cepat. Kronologi hukum menyebut adanya dugaan penyimpangan dalam proses penyediaan sarana dan peralatan pendukung Covid-19. Dr Aris, yang kala itu terlibat dalam koordinasi teknis, turut terseret.
Sebagian publik menilai kasus ini menjadi sorotan besar karena terjadi saat negara dalam situasi genting. Dr Yuspar menyebut, "Ada nuansa ketergesaan, tekanan ekstrem, dan situasi luar biasa yang seharusnya menjadi pertimbangan. Namun proses hukum berjalan dengan cara yang tidak memberi ruang cukup bagi konteks keadaan darurat."
MENGAPA AMNESTI KINI MENCULAT?Dr Aris mengajukan permohonan amnesti—sebuah langkah hukum luar biasa yang sebelumnya identik dengan tindak pidana politik. Melalui Kantor Hukum Yuspar & Associate, permohonan itu diajukan dengan beberapa landasan:1. Aspek Kemanusiaan (Humanitarian Grounds)
Menurut Yuspar, dr Aris menjalani hukuman dalam kondisi fisik dan mental yang terdampak berat setelah
pandemi. "Ia bukan koruptor yang mengambil keuntungan pribadi dalam situasi normal. Ia bekerja dalam tekanan dahsyat, penuh risiko, dan tak ada bukti ia memperkaya diri."2. Restorative JusticePandemi menciptakan situasi luar biasa. "Dalam banyak negara, tenaga kesehatan diberi penghargaan atau perlindungan hukum. Di Indonesia, beberapa dari mereka malah dipidana," katanya.
3. Kesetaraan PerlakuanDr Yuspar menyinggung preseden dari amnesti sebelumnya yang diberikan kepada terpidana non-politik seperti Hasto Kristiyanto dan Dirut ASDP Ira Puspadewi. "Kalau mereka bisa mendapatkan amnesti, kenapa dr Aris tidak? Apa ukurannya?" tegasnya.4. Ketimpangan Penerapan Hukum
Yuspar melihat penerapan amnesti terhadap perkara non-politik sebagai bukti terjadinya perubahan paradigma hukum. "Negara tampaknya ingin memperluas ruang pemulihan. Jika itu arah kebijakan hukum Presiden, dr Aris jelas masuk dalam kategori layak."
PROSES & MEKANISME PENGAJUAN AMNESTISurat permohonan amnesti atas nama dr Aris disebut sudah diajukan secara resmi. Tahapannya meliputi:1. Penyusunan argumentasi hukum dan dokumen pendukung.
2. Pengajuan resmi kepada Presiden melalui Kementerian Sekretariat Negara.
3. Harmonisasi dan verifikasi oleh Dewan Pertimbangan Presiden.4. Keputusan akhir presiden melalui Keputusan Presiden (Keppres).
"Semua prosedur telah kita tempuh secara formal," jelas Yuspar.
PRO & KONTRA DI TENGAH MASYARAKATPemberian amnesti bagi terpidana korupsi oleh Presiden Prabowo memicu perdebatan luas. Pendukung amnesti menilai banyak kasus korupsi era
pandemi bercorak extraordinary circumstances, sehingga pendekatan restorative lebih tepat. Penolak amnesti berargumen korupsi—apalagi saat bencana—tidak boleh dinegosiasikan.
Dr Yuspar mengakui perdebatan itu nyata. "Tapi publik harus memisahkan mana yang memang koruptor murni dan mana yang bekerja dalam kekacauan
pandemi. Tidak boleh seluruhnya disamaratakan."
PENUTUP – PERTARUHAN RASA KEADILANApakah dr Aris akan mendapatkan amnesti seperti nama-nama lain? Apakah negara akan memandang jasa, risiko, dan tekanan yang ia pikul di masa
pandemi? Ataukah putusan pengadilan akan tetap menjadi akhir perjalanan hukumnya?Upaya ini bukan sekadar tentang seorang mantan jubir Covid-19. Ia adalah cermin pertanyaan lebih besar: bagaimana negara memperlakukan para tenaga kesehatan yang berjuang di masa paling sunyi dan menakutkan dalam sejarah rakyat Indonesia?
Waktu yang akan menjawab.