Ekonomi

MEMBANGKITKAN EKONOMI KERAKYATAN BERDAULAT

Administrator - Kamis, 30 Oktober 2025 07:46 WIB
Istimewa
Oleh: H Syahrir Nasution SE MM

Bung Sutan Sjahrir dalam buku kecilnya "Perdjoengan Kita" menegaskan satu kalimat yang sangat tajam: "Kemiskinan itu tidak boleh dipelihara dalam waktu panjang." Sebab, manusia yang lapar — dalam arti luas — akan kehilangan daya berpikir jernih dan kemampuan bertindak rasional untuk menuju kesejahteraan yang sejati.

Pernyataan itu bukan sekadar refleksi sejarah, melainkan peringatan abadi bagi bangsa ini. Lapar — baik secara ekonomi maupun sosial — dapat melumpuhkan daya hidup rakyat. Bahkan hewan pun, bila lapar, akan gelisah dan "ribut" sebelum diberi makan. Apalagi manusia, makhluk berakal yang memikul tanggung jawab atas nasib diri dan bangsanya.

Kemiskinan dan Akal Sehat Rakyat

Berbicara tentang kemiskinan bukan sekadar membahas angka statistik atau data makro ekonomi. Kemiskinan adalah masalah moral dan pola pikir. Selama rakyat diposisikan sebagai objek pembangunan — bukan subjek yang berdaulat atas ekonomi mereka sendiri — maka kemiskinan akan terus menjadi struktur sosial yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Kemiskinan struktural inilah yang kini kita saksikan di berbagai pelosok desa dan daerah-daerah periferal perkotaan. Di tengah pembangunan yang tampak megah di pusat kota, rakyat di lapisan bawah justru bergelut dengan harga bahan pokok, biaya hidup yang tinggi, dan akses ekonomi yang sempit. Sementara, kekayaan nasional justru terkonsentrasi di segelintir tangan.

Tanggung Jawab Konstitusi yang Terabaikan

Dalam konstitusi kita, UUD 1945, amanatnya jelas dan tegas: tugas pemerintah adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, serta menciptakan kesejahteraan umum. Itu berarti negara tidak boleh sekadar menjadi penonton dalam roda ekonomi yang dikuasai pasar bebas dan korporasi besar. Negara wajib hadir untuk menjamin bahwa setiap warga negara memiliki akses yang adil terhadap sumber daya dan kesempatan kerja.

Namun, dua dekade terakhir ini kita patut bertanya: sejauh mana pemerintah benar-benar menjalankan fungsi konstitusional itu? Mengapa rakyat di pedesaan justru semakin terpuruk, sementara sektor-sektor ekonomi strategis dikuasai asing dan konglomerat?

Ekonomi Kerakyatan sebagai Jalan Kedaulatan

Bangkitnya ekonomi kerakyatan bukan sekadar slogan, melainkan kebutuhan sejarah. Kedaulatan ekonomi berarti rakyat mampu berdiri di atas kaki sendiri — mengelola tanah, hasil pertanian, laut, industri kecil, dan energi dengan kemampuan sendiri, bukan tergantung pada pinjaman dan investor besar yang hanya mencari keuntungan.

Model pembangunan yang adil harus dimulai dari bawah, dari desa dan komunitas lokal. Pemerintah semestinya memperkuat koperasi rakyat, UMKM, pertanian berkelanjutan, serta membuka akses pasar dan pembiayaan yang tidak menjerat. Dengan begitu, ekonomi rakyat tidak hanya bertahan, tapi tumbuh dengan martabat.

Bangkit Bersama Nurani dan Kesadaran

Pada akhirnya, perjuangan membangkitkan ekonomi kerakyatan bukan hanya urusan kebijakan pemerintah. Ini adalah gerakan kesadaran kolektif. Rakyat harus kembali percaya pada kekuatan sendiri, menolak menjadi korban sistem yang menindas, dan berani menegakkan kedaulatan ekonomi sebagaimana diamanatkan oleh para pendiri bangsa.

Karena sebagaimana pesan Bung Sjahrir, "Kemerdekaan sejati bukanlah ketika kita bebas dari penjajahan asing, tetapi ketika rakyat terbebas dari kemiskinan, kebodohan, dan ketidakadilan."

Editor
: Administrator
Sumber
:

Tag:

Berita Terkait

Berita

Pertumbuhan Ekonomi Semu

Berita

Pemprov Sumut Komit Jaga Kestabilan Harga Komoditas Pangan dengan JASKOP *Bangun 10 Solar Dryer Dome di Kabupaten

Berita

BPW HIPKA Sumut Gelar Up Grading, Raker I dan Forum Bisnis: Dorong Kebangkitan Ekonomi Umat

Berita

Dr. Syahganda: Dua Indikator Baru dalam RAPBN 2026 Terobosan Ekonomi Kerakyatan Prabowo

Berita

Mengembalikan & Menegakkan Kedaulatan Fiskal Sumut

Berita

Gekrafs Sumut saksikan Penandatangan Kesepahaman Bersama Kemenekraf dengan Gekrafs di Hutan Kota by Plataran, Jakarta